EVALUASI KEBIJAKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA (Studi Kasus Anggaran Belanja Kementerian Kesehatan Dalam Mencapai Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Kesehatan Tahun 2010-2014)
Pendahuluan
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan masyarakat yang sangat penting. Karena masyarakatlah yang menunjang pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Tanpa masyarakat yang sehat mustahil bagi suatu Negara untuk meningkatkan produktifitas kerja dan menunjang pertunbuhan ekonomi. Sebagai kebutuhan dasar masyarakat, pelayanan kesehatan warga Negara wajib dipenuhi oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya sesuai dengan amanat UUD 1945 yang diatur pada pasal 28H ayat 1.[1]
Pentingnya pelayanan Kesehatan bagi masyarakat juga dibahas dalam pertemuan dengan negara anggota PBB pada tahun 1990, merumuskan suatu konsep yang bertujuan sebagai indikator keberhasilan Negara guna pemenuhan dasar hak-hak rakyatnya. Konsep ini sering kita sebut dengan MDGs (millennium development goals) yang berisi delapan tujuan yang harus dipenuhi pemerintah terhadap rakyatnya. Delapan tujuan tersebut adalah menanggulangi kemiskinan, pendidikan dasar untuk semua, medorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, memastikan keberlangsungan lingkungan hidup, membangun kemitraan global. Kedelapan poin inilah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara anggota PBB dengan target-target pencapaian yang telah dirumuskan sampai pada tahun 2015 mendatang. Dari kedelapan variabel tersebut ada tiga poin yang bersinggungan langsung dengan pelayanan kesehatan, yaitu menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
Di Indonesia Kementerian Kesehatan memiliki tanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk memenuhi tanggungjawab tersebut, ada dua faktor penting yang akan mempengaruhi tingkat pelayanan kesehatan pada masyarakat. Pertama, target yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik itu RKP (Rencana Kerja Pemerintah), RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang). RKP merupakan rencana kerja pemerintah yang harus direalisasikan dalam waktu satu tahun yang dirumuskan berdasarkan RPJMN. Sedangkan RPJMN merupakan penjabaran visi dan misi presiden terpilih dan harus direalisasikan dalam jangka waktu lima tahun. Kedua, alokasi anggaran yang diberikan untuk memenuhi target RPJMN tersebut.
Pada dokumen RPJMN 2010-2014 Kesehatan yang ada dalam buku evaluasi paruh waktu RPJMN 2010-2014 yang dikeluarkan oleh BAPENAS/Kementerian PPN pada lampiran 3 (tiga) memiliki 15 prioritas kegiatan, 15 sasaran kegiatan dan 28 indikator kesehatan. Diantaranya adalah Bidang kesehatan masyarakat, Pelaksanaan upaya kesehatan preventif terpadu yang meliputi: Penurunan tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 228 (2007) menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup (2014); Penurunan tingkat kematian bayi dari 34 (2007) menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup (2014); Pemberian imunisasi dasar kepada 90% bayi pada tahun 2014; Penyediaan akses sumber air bersih yang menjangkau 67% penduduk dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas yang menjangkau 75% penduduk sebelum tahun 2014.
Bidang sarana kesehatan, dengan target ketersediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional di minimal 5 kota besar di Indonesia dengan target 3 kota pada tahun 2012 dan 5 kota pada tahun 2014. Bidang Obat, target Pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional sebagai dasar pengadaan obat di seluruh Indonesia dan pembatasan harga obat generik bermerek pada tahun 2010. Bidang asuransi kesehatan nasional, target Penerapan Asuransi Kesehatan Nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada tahun 2011 dan diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya antara tahun 2012-2014. Bidang Keluarga Berencana, dengan target peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta selama 2010-2014. Pengendalian penyakit menular, target menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular pada 2014, yang ditandai dengan: menurunnya prevalensi tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk; menurunnya kasus malaria (annual parasite index-api) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk; terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa (persen) hingga menjadi < 0,5.
Untuk mencapai target tersebut tentu ada program-program yang dilaksanakan pemerintah, contohnya adalah Program KB, Imunisasi, dan program penanggulangan penyakit menular, serta kegiatan lain yang menunjang terlaksananya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pada laporan evaluasi paruh waktu RPJMN 2010-2014 yang dilakukan oleh bappenas terdapat fakta menarik bahwa angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka menurunnya kasus penyakit malaria sulit untuk mencapai target dengan ditandai oleh tanda merah, sedangkan presentase ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan), persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap, persentase balita ditimbang berat badannya (D/S), Prevelensi kasus HIV (% penduduk 15 tahun keatas yang memiliki pengetahuan) mendapatkan tanda kuning yang berarti perlu kerja keras dalam merealisasi target tersebut.
Data ini menunjukkan banyak permasalahan yang terjadi di lapangan, permasalahan tersebut antara lain belum optimalnya cakupan pelayanan terutama pada infrastruktur kesehatan, disparitas antar daerah antara pulau jawa dan pulau luar jawa, kurangnya kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan, serta belum meratanya pemenuhan fasilitas kesehatan. Permasalahan tersebut merupakan dampak yang ditimbulkan karena pemerintah pusat dan daerah tidak memberikan fokus terhadap pemenuhan pelayanan kesehatan pada masyarakat, karena jumlah anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk memenuhi pelayanan kesehatan bagi masyarakat masih sangat minim.
Kementerian Kesehatan memiliki jumlah anggaran yang cukup besar, dalam RAPBN 2014 Kementerian Kesehatan mendapatkan dana sebesar 45 trilyun rupiah atau 2,47% dari belanja Negara dan berdasarkan tabel I.1 Kementerian Kesehatan masuk 10 besar Kementerian yang mendapat alokasi terbesar. Bahkan Kementerian Kesehatan berada posisi kelima dari 10 Kementerian yang mendapat belanja terbanyak pada RAPBN 2014.
Tabel 1.1 Sepuluh Besar Belanja Di Kementerian/Lembaga RAPBN 2014 (dalam milyar rupiah)
Kementerian Negara/Lembaga
|
RAPBN 2014
|
Kementerian Pertahanan
|
83,427.70
|
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
|
82,743.60
|
Kementerian Pekerjaan Umum
|
74,908.10
|
Kementerian Agama
|
49,582.50
|
Kementerian Kesehatan
|
44,859,00
|
Kepolisian Republik Indonesia
|
41,525.60
|
Kementerian Perhubungan
|
39,151.70
|
Kementerian Keuangan
|
18,711.70
|
Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
|
16,263.20
|
Kementerian Pertanian
|
15,470.60
|
Sumber : Diolah dari dokumen nota keuangan dan RAPBN 2014
Anggaran Kementerian Kesehatan tersebut setiap tahun mengalami kenaikan baik secara persentase maupun nominal, kenaikkan anggaran tersebut tidak diikuti dengan belanja fungsi Pemerintah pusat. Belanja fungsi kesehatan pada RAPBN 2014 hanya sebesar 12 trilyun atau 1,35%. Belanja fungsi kesehatan ini cenderung fliktuatif dari tahun 2007-2014, ini menandakan bahwa alokasi anggaran di Kementerian Kesehatan tidak sepenuhnya digunakan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam UU No 36 tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan diatur tentang anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN diluar gaji pegawai. Jumlah anggaran yang diatur dalam Undang-Undang tersebut tentunya masih sangat minim. Jika dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainnya seperti singapura dan Malaysia yang memiliki jumlah anggaran lebih dari 10% dari belanja Negara. Apalagi jika kita melihat jumlah penduduk Indonesia yang besar kurang lebih 250 juta dan rata-rata tidak memiliki akses kesehatan yang memadai terutama di Indonesia bagian timur. Jika kita melihat di tabel 1.2 dibawah ini keadaanya sungguh sangat memprihatinkan :
Gambar 1.1 Anggaran Kesehatan 2009-2012
Sumber : www.anggaran.depkeu.go.id[2]
Tahun 2009 dimana Undang-Undang kesehatan itu disahkan, tidak serta-merta pemerintah mentaati amanat Undang-Undang tersebut. Pada tahun 2009 anggaran kesehatan hanya 3% dari belanja negara, dan sampai dengan tahun 2012 anggaran tersebut tidak beranjak dari 3%. Alokasi anggaran untuk kesehatan ini sampai sekarangpun belum mencapai amanat UU No 36 tahun 2009. Bahkan sejak tahun 2007-2014 belanja fungsi kesehatan rata-rata hanya 1,35% dari belanja Negara. Dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang Kesehatan saja jumlah anggarannya tadi kita asumsikan masih sangatlah kurang apa lagi jika tidak memenuhi Undang-Undang tersebut. Jumlah ini tentunya sangat minim guna memberikan pelayanan kesehatan yang layak bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar kurang memahami bagaimana hidup sehat dan menjaga kesehatan.
Ketertarikan untuk melakukan evaluasi kebijakan anggaran belanja Kementerian Kesehatan untuk mencapai target RPJMN 2010-2014 ini disebabkan oleh minimnya alokasi anggaran dalam APBN untuk kesehatan, yang kemudian berdampak langsung terhadap rencana pembangunan lima tahun yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014. Keterkaitan antara alokasi anggaran terhadap pencapaian target RPJMN 2010-2014 belum pernah dievaluasi, baik oleh instansi terkait maupun lembaga-lembaga non pemerintah.
Untuk lebih lengkapnya silakan klik link berikut ini.
Untuk lebih lengkapnya silakan klik link berikut ini.
[1] UUD 1945 pasal 28H ayat 1 “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperolah pelayanan kesehatan”
[2] Republik Indonesia. Kementerian Keuangan. Anggaran Kesehatan 2009-2012. Berdasarkan http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar list.asp?apbn=sehat. Diakses tanggal 22 september 2013 jam 19.00