Mekanisme Pengelolaan Dana Tabaru Bagian 2
Pada artikel kali ini sanabila.com akan membahas tentang kelanjutan dari mekanisme pengelolaan dana tabarru" . Dalam pengelolaan dana / investasi, baik dana tabarru‟ maupun saving dapat digunakan akad wakalah bil ujrah atau mudharabah. Dengan akad wakalah bil ujrah perusahaan asuransi syariah sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi selain berupa fee atau ujrah karena akad yang digunakan adalah akad wakalah, fee yang didapat juga harus ditetapkan dalam jumlah yang sewajarnya atau tidak berlebihan dan telah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari peserta.
Dalam praktiknya kedudukan perusahaan asuransi syariah dalam transaksi asuransi kerugian adalah sebagai (mudhorib), pemegang amanah. Sedangkan peserta sebagai (shahibul mal). Mudhorib berkewajiban untuk membayarkan klaim, apabila ada salah satu dari peserta mengalami musibah, juga berkewajiban menjaga dan menjalankan amanah yang diembannya secara adil, transparan dan propesional dalam mengelola dana peserta yang terkumpul pada kumpulan dana tabarru’mudhorib diawasi secara tekhnis dan operasional oleh komisaris dan secara syar‟i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dalam pengelolaan dana setiap premi yang akan diterima akan dimasukan kedalam rekening tabarru’ yaitu rekening yang akan diniatkan derma/tabarru‟ dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah/harta benda peserta itu sendiri.Kemudian diinvestasikan kedalam lembaga keuangan yang dibenarkan secara syar‟i dan premi asuransi akan dikelompokan kedalam “kumpulan dana peserta” untuk syariah.
Keuntungan investasi yang diperoleh akan dimasukan ke dalam kumpulan dana peserta untuk kemudian dikurangi “beban asuransi” (klaim, premi asuransi). Bila terdapat keuntungan dibagikan menurut prinsip mudharabah bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya. Sedangkan bagian keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai operasional perusahaan.
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Keuntungan bagi hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip al-mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerja sama antara perusahaan dan peserta. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam praktik asuransi paling tidak ada dua akad yang membentuknya, yaitu akad tabarru’ dan akad mudharabah. Akad tabarru’ terkumpul dalam rekening dana social yang tujuan utamanya digunakan untuk saling menanggung peserta asuransi yang mengalami musibah kerugian, sedangkan akad mudharabah terwujud tatkala dana yang terkumpul dalam perusahaan asuransi itu di investasikan dalam wujud usaha yang diproyeksikan menghasilkan keuntungan (profit).
Asuransi kerugian yang tidak mengandung unsur tabungan (saving) terjadi akad mudharabah antara peserta dan perusahaan (pengelola). Landasan yang awal dari akad mudharabah ini adalah profit and loss sharing, maka jika dalam investasinyamendapat keuntungan, maka keuntungan tersebut dibagi bersama sesuai dengan porsi (nisbah) yang disepakati. Sebaliknya, jikainvestasinya mengalami kerugian (loss atau negative return) maka kerugian tersebut dipikul bersama antara peserta asuransi dan perusahaan.
Dengan demikian peserta dan perusahaan tidak ada yang terdzalimi, karena konsep dari asuransi syariah adalah tolong-menolong, saling melindungi dan saling bantu-membantu. Bentuk tolong-menolong dimasukkan kedalam dana tabarru’. Apabila salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta yang lain ikut menanggung risiko, dimana kliamnya dibayarkan dari akumulasi dana tabarru’ yang terkumpul.
Baca Juga :